Suara Merdeka tanggal 27 Agustus 2008 memberitakan bahwa pada hari kedua setelah pelantikannya, Gubernur Jawa Tengah Bapak Bibit Waluyo memimpin Rakor Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang seyogyanya dihadiri oleh seluruh kepala daerah dari 35 kabupaten dan kota. Namun dalam rakor tersebut beliau kecewa karena ternyata banyak kepala daerah yang hanya mewakilkan kehadirannya, padahal rakor pangan tersebut sangat penting menurut beliau.
Pangan merupakan kebutuhan primer sehingga secara ekonomi menjadi komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan menimbang bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Mengingat pentingnya pangan seperti tertera dalam pertimbangan undang undang tentang pangan tersebut, selanjutnya undang-undang tersebut memberi amanat kepada pemerintah bersama masyarakat untuk bertanggung jawab dalam mewujudkan ketahanan pangan, seperti tertera dalam pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan tersebut, pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat (pasal 45 ayat 2 UU No.7 tahun 1996).
Pentingnya sistem ketahanan pangan (Food Security System) dalam menunjang kedaulatan suatu negara tidak diragukan lagi. Tanpa kecukupan pangan, suatu negara tidak bisa beradab dan bermartabat. Bank Dunia mendefinisikan ketahanan pangan sebagai “akses terhadap kecukupan pangan bagi semua orang pada setiap saat untuk memperoleh tubuh yang sehat dan kehidupan yang aktif”.
Menurut PP RI No.68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak sektor pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh performa salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.
Lahan pertanian yang merupakan faktor utama dari Food Security System saat ini belum terawat dan terjamin kelestariannya dengan baik. Apabila produksi pertanian diharapkan mampu mengimbangi kebutuhan penduduk yang terus meningkat maka seharusnya luas dan produktivitas lahan pertanian juga terus ditingkatkan. Namun, kenyataan menunjukkan hal lain, lahan sawah yang diandalkan sebagai penghasil bahan pangan utama cenderung menurun luas bakunya akibat konversi ke nonpertanian. Pertanian lahan kering, walaupun konversinya tidak secepat lahan sawah, dalam beberapa dasawarsa terakhir terus mengalami degradasi oleh proses erosi, longsor, pencemaran, kebakaran, dan sebagainya.
Konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius terhadap ketahanan pangan, karena dampaknya bersifat permanen. Lahan sawah yang telah dikonversi di penggunaan lain di luar pertanian sangat kecil peluangnya untuk berubah kembali menjadi lahan sawah. Demikian pula upaya untuk membangun sawah baru di luar jawa tidak dengan sendirinya dapat mengkompensasi kehilangan produksi di jawa, karena diperlukan waktu yang lama untuk membangun persawahan dengan tingkat produktivitas yang tinggi
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996, pada pasal 2 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.
Di PP tersebut juga disebutkan dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan melalui upaya pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan (pasal 4).
PP Ketahanan Pangan juga menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan pengembangan sumber daya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping itu, kerjasama internasional juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan teknologi pangan (pasal 15).
Ketahanan Pangan Jawa TengahJumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2005 mencapai 31,8 juta (statistik Indonesia 2006), dengan angka konsumsi beras 133 kilogram per kapita per tahun, maka untuk memenuhi kebutuhan penduduknya dibutuhkan beras 4,2 juta ton. Luas lahan Jawa Tengah yang digunakan untuk tanaman pangan adalah seluas 970,7 ribu hektar atau sekitar 38,7 persen dari luas seluruhnya.
Produksi padi Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2005 mencapai 8,4 juta ton gabah kering giling atau sekitar 5,7 juta ton beras dengan luas panen mencapai 1,6 juta hektar. Jika dibandingkan dengan kebutuhan berasnya maka Provinsi Jawa Tengah memiliki surplus sekitar 1,3 juta ton beras. Keadaan surplus ini mengindikasikan baiknya ketahanan pangan dan ketersediaan pangan di Jawa Tengah.
Namun demikian keadaan untuk Jawa Tengah, ketahanan pangan yang terjadi belum mampu mencegah terjadinya import beras, seperti terlihat di tabel di bawah. Impor beras dilakukan melalui pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Impor beras Jawa Tengah pada tahun 2005 mencapai angka 1.141 ton.
Peranan sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi JawaTengah selama tahun 2002-2005 mengalami penurunan, terutama di sub sektor pertanian tanaman bahan makanan dari 15,59 persen di Tahun 2002 menjadi 13,37 persen pada tahun 2005. Kegiatan sektor lain yang berbahan baku pertanian tanaman bahan makanan, seperti industri makanan, minuman juga terus mengalami penuruan.
Berdasar hasil penghitungan NTP Provinsi Jawa Tengah, terlihat bahwa ketahanan pangan yang terjadi belum dapat mempertahankan kesejahteraan petani, setalah di tahun 2003 naik dibanding tahun 2002, kemudian menurun di tahun berikutnya, bahkan dari tahun 2003-2005 mengalami penurunan. Jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah berada di urutan ke tiga setelah DIY dan Jawa Barat.
Berdasarkan standar 1996, pada tahun 1998 garis kemiskinan di Jawa Tengah mencapai 32.424 rupiah per kapita per bulan. Jumlah penduduk miskin pada tahun yang sama mencapai 6,4 juta jiwa atau sekitar 21,61 persen dari seluruh penduduk Jawa Tengah.
Pada tahun 1999 jumlah penduduk miskin bertambah menjadi 8,8 juta atau sekitar 28,46 persen dari total penduduk Jawa Tengah. Garis kemiskinan pada tahun tersebut mencapai 76.579 rupiah per kapita. Jumlah penduduk miskin tahun 2002 menurun menjadi 7,3 juta ( 23,06 persen) dengan batas miskin sebesar 106.438 rupiah perkapita.
Jumlah penduduk miskin tahun 2003 menurun lagi menjadi 6,98 juta (21,78 persen) dengan batas miskin sebesar 119.403 rupiah per kapita. Pada tahun 2004 penduduk miskin naik menjadi 6,8 juta (21,11%) daya batas miskin 126 651 rupiah per kapita.
Dari gambaran yang pernah terjadi dan sudah disebut di atas, masihkah kepala-kepala daerah enggan untuk menghadiri Rakor Ketahanan Pangan di waktu mendatang.
Oleh: Moh Fatichuddin
(BPS Kabupaten Semarang)
di muat Suara Merdeka 2 September 2008